Sebuah Lagu dan Kisahnya
Dicintai Hujan (the rain)
Riuh gaduh oleh suara manusia
Daun saling sapa sejak hujan tiba
Hujan juga mencintaimu sepertinya
Di sebrang sana kau menanti reda
Ingin ku melawan hujan dan suara mereka
Berjalan kearahmu dengan sekuntum bunga
Tapi apalah daya aku hanya bisa
Melihatmu memelukmu dari jauh saja
Hujan di sore itu enggan mereda
Lambaian dan senyumanmu mekarkan sang bunga
Aku disini tak bisa berbuat apa apa
Melihatmu dari jauh saja
Ada yang mekar didalam hangatnya senja
Luluh kakiku hanya melihatmu saja
—2018—
Lagu
ini menceritakan tentang seseorang yang sedang jatuh cinta, namun hanya
memendam perasaannya saja dan memilih untuk diam. Pembaca, selamat menyimak kisahnya.
Saat
itu di awal 2018 sepulang sekolah, sepoi angin menerpa
salah satu ruang sekolah. Diluar mendung. Sayangnya saya sendiri duduk di depan piano tua. Merenungkan sesuatu, sambil memainkan
sountrack film kuch kuch hotahai. Salah satu lagunya terngiang dikepala.
Terpikirkan untuk memodifikasi sedikit, Walaupun tidak mirip. Setelah
itu memikirkan bagian lain.
Ya,
saya sedang jatuh cinta. Layaknya remaja yang naksir seseorang tapi
takut mengungkapkannya dengan alasan masih dini. Entah mulai dari kapan
saya naksir. Sampai saya tidak sanggup dekat dengannya. Bertemu dan saling sapa setiap hari juga kadang-kadang. Hanya
melihatnya dari jauh setiap hari sudah cukup. Dari pergantian senin ke senin, ingin rasanya menyatakan padanya dan dapat respon positif.
Namun apalah daya saya yang cemen ini. Di depan piano itu, saya terus
memikirkannya, membayangkan saat saya berjalan kearahnya dan memberi
bunga, dan membayangkan hal hal halu lain yang biasa dirasakan sama
orang orang yang sedang naksir seseorang. Ya, memejamkan mata,
memikirkan syair yang cocok untuk melodi ini, untuk menyatakan bahwa
saya sedang jatuh cinta.
Sungguh
tak terduga, sangat tidak sengaja sepasang mata ini menengok kearah kanan dan melihat dia berjalan melewati tempat saya merenung itu. Sepertinya
dia mau pulang atau makan bersama teman temannya. Perasaan saya tidak
karuan, deg degan sana sini. Padahal dia cuma lewat. Ya, saya hanya
melamun kearah pintu kaca yang beberapa detik yang lalu menampilkan cara
berjalannya. Ini yang bikin kaget setengah mampus, deg degan atau
apalah itu namanya. Dia kembali dan menampakkan dirinya di balik pintu
kaca itu dan melambaikan tangannya. Tidak luput juga, senyumannya. Entah
buat siapa semua itu. Apa saya sedang mimpi? Atau kehaluan saya sudah
tidak terkontrol? Atau hanya mengarang cerita ini? Tidak.
Lebih
tepatnya saya agak lupa kejadian dua tahun lebih itu. Entah dia kembali
untuk melambaikan tangan dan tersenyum, atau kembali untuk mengucap
“duluan ya”. Sial, saya lupa. Yang saya ingat adalah dia lewat lalu dia
kembali lagi, saling tatap. Sungguh, ingin rasanya menjatuhkan diri ke
lantai. Tapi tidak bisa berbuat apa apa. Hanya tersenyum. Terus
memikirkan apa yang barusan terjadi. Ya, seperti itulah kira kira
gambaran kegembiraan saya saat mencintai diam diam.
Syair
yang saya buat ini terinspirasi musisi lain seperti Tulus, Kunto Aji,
dan WSATCC. Setalah rampung, saya ingin dia tahu perasaan saya lewat
lagu ini. Terpikirlah untuk membuat video dan memberikannya saat malam
pentas perpisahan. Ya, sejak malam itu, sampai sekarang belum pernah
bertemu. Saya anggap saya sudah mengungkapkan rasa cinta saya, walaupun
dengan cara paling cemen, tidak secara langsung. Saat ini, hal yang
ingin saya tahu, seperti apa perasaannya saat itu? Embun di jendela pagi
tergores namanya. Sial, saya masih saja memikirkannya.
Terima kasih telah membaca kisah jatuh cinta cemen ini. Saya harap kalian menyukai lagu ini. Selamat mengapresiasi.
Komentar
Posting Komentar